Analisis Tren dan Alasan Perusahaan Web3 Meninggalkan Singapura
Dalam beberapa tahun terakhir, industri Web3 menunjukkan tren migrasi dari Singapura. Sebagai salah satu pusat teknologi keuangan global, Singapura pernah menjadi lokasi pilihan bagi banyak perusahaan Web3. Namun, berbagai faktor mendorong perusahaan-perusahaan ini untuk mencari peluang pengembangan baru.
Contoh Migrasi Perusahaan
Beberapa perusahaan Web3 terkenal telah memilih untuk meninggalkan Singapura:
Sebuah platform kontrak pintar memindahkan kantornya dari Singapura ke London pada tahun 2021
Sebuah protokol bursa terdesentralisasi memindahkan kantor pusatnya ke Israel pada tahun 2020
Sebuah platform layanan cryptocurrency memindahkan kantornya ke Hong Kong pada tahun 2018
Sebuah platform pertukaran data blockchain memindahkan kantor pusatnya ke Australia pada tahun 2021
Kasus-kasus ini mencerminkan tren umum perusahaan Web3 yang meninggalkan Singapura.
Perubahan Lingkungan Kebijakan
Undang-undang Layanan Pembayaran yang diterapkan Singapura pada tahun 2020 awalnya dianggap sebagai dukungan untuk industri Web3. Namun, pada Oktober 2022, Otoritas Moneter Singapura mengusulkan serangkaian langkah regulasi baru, termasuk membatasi pelanggan retail untuk menggunakan perdagangan margin cryptocurrency, serta mengatur iklan token digital. Langkah-langkah ini dapat meningkatkan biaya operasional perusahaan dan risiko kepatuhan, serta mengurangi vitalitas pasar.
Sebagai perbandingan, wilayah lain sedang meluncurkan kebijakan yang lebih menguntungkan. Misalnya, Hong Kong akan menerapkan sistem lisensi aset virtual yang baru pada Juni 2023, yang memungkinkan penyediaan layanan kepada investor ritel dan membuka perdagangan derivatif. Perbedaan kebijakan ini dapat menarik perusahaan untuk berpindah ke lingkungan regulasi yang lebih ramah.
Perubahan Aliran Dana
Pada paruh kedua tahun 2022, ketidakpastian ekonomi global meningkat, volatilitas pasar cryptocurrency semakin meningkat, yang menyebabkan sebagian dana ditarik dari bidang Web3 atau mengurangi investasi. Hal ini membuat perusahaan Web3 menghadapi kesulitan dalam pendanaan, dan valuasi menurun.
Sementara itu, negara-negara dan wilayah lain sedang aktif menarik dana Web3. Misalnya, Swiss pada tahun 2021 melalui "Undang-Undang Blockchain", menyediakan kerangka hukum yang jelas dan ramah bagi perusahaan Web3, serta memiliki bank cryptocurrency profesional yang menawarkan layanan keuangan yang nyaman bagi perusahaan.
Mobilitas Talenta
Singapura selalu memiliki sumber daya talenta Web3 yang unggul, tetapi situasinya telah berubah baru-baru ini. Pada paruh kedua tahun 2022, Singapura memperketat kebijakan pembatasan populasi asing, sementara permintaan untuk talenta Web3 di daerah lain meningkat, menyebabkan sebagian talenta mulai meninggalkan Singapura untuk mencari peluang pengembangan yang lebih baik.
Beberapa negara sedang menarik bakat Web3 melalui kebijakan yang menguntungkan. Misalnya, Estonia meluncurkan visa pengembara digital yang memungkinkan pekerja jarak jauh untuk tinggal lama dan menikmati layanan digital dan kesejahteraan sosial lokal. Negara ini juga memiliki komunitas blockchain terbesar di Eropa, yang menyediakan platform untuk kolaborasi dan komunikasi bagi bakat Web3.
Faktor Biaya Hidup
Biaya hidup yang tinggi di Singapura juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi pilihan para profesional Web3. Data menunjukkan bahwa di Singapura, biaya hidup rata-rata per bulan untuk orang lajang sekitar 3.300 dolar Singapura, sedangkan untuk keluarga dengan tiga orang sekitar 4.800 dolar Singapura (tidak termasuk biaya pendidikan). Biaya hidup yang tinggi ini mendorong beberapa profesional Web3 untuk mempertimbangkan pindah ke daerah dengan biaya hidup yang lebih rendah.
Negara-negara tetangga di Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, dan Indonesia, dengan biaya hidup yang lebih rendah, peraturan yang lebih fleksibel, dan sumber daya manusia yang melimpah, semakin menarik lebih banyak praktisi Web3.
Kesimpulan
Singapura menghadapi tantangan di bidang Web3 dari berbagai aspek, termasuk lingkungan kebijakan, aliran dana, pergerakan talenta, dan biaya hidup. Faktor-faktor ini secara komprehensif berkontribusi pada sejumlah perusahaan dan praktisi Web3 yang mulai mencari peluang pengembangan baru. Bagaimana cara menghadapi tantangan ini dan mempertahankan daya saingnya di bidang Web3 akan menjadi pertanyaan yang perlu dipikirkan secara serius oleh Singapura.
Lihat Asli
This page may contain third-party content, which is provided for information purposes only (not representations/warranties) and should not be considered as an endorsement of its views by Gate, nor as financial or professional advice. See Disclaimer for details.
Mengapa perusahaan Web3 meninggalkan Singapura? Pengetatan kebijakan adalah alasan utamanya.
Analisis Tren dan Alasan Perusahaan Web3 Meninggalkan Singapura
Dalam beberapa tahun terakhir, industri Web3 menunjukkan tren migrasi dari Singapura. Sebagai salah satu pusat teknologi keuangan global, Singapura pernah menjadi lokasi pilihan bagi banyak perusahaan Web3. Namun, berbagai faktor mendorong perusahaan-perusahaan ini untuk mencari peluang pengembangan baru.
Contoh Migrasi Perusahaan
Beberapa perusahaan Web3 terkenal telah memilih untuk meninggalkan Singapura:
Kasus-kasus ini mencerminkan tren umum perusahaan Web3 yang meninggalkan Singapura.
Perubahan Lingkungan Kebijakan
Undang-undang Layanan Pembayaran yang diterapkan Singapura pada tahun 2020 awalnya dianggap sebagai dukungan untuk industri Web3. Namun, pada Oktober 2022, Otoritas Moneter Singapura mengusulkan serangkaian langkah regulasi baru, termasuk membatasi pelanggan retail untuk menggunakan perdagangan margin cryptocurrency, serta mengatur iklan token digital. Langkah-langkah ini dapat meningkatkan biaya operasional perusahaan dan risiko kepatuhan, serta mengurangi vitalitas pasar.
Sebagai perbandingan, wilayah lain sedang meluncurkan kebijakan yang lebih menguntungkan. Misalnya, Hong Kong akan menerapkan sistem lisensi aset virtual yang baru pada Juni 2023, yang memungkinkan penyediaan layanan kepada investor ritel dan membuka perdagangan derivatif. Perbedaan kebijakan ini dapat menarik perusahaan untuk berpindah ke lingkungan regulasi yang lebih ramah.
Perubahan Aliran Dana
Pada paruh kedua tahun 2022, ketidakpastian ekonomi global meningkat, volatilitas pasar cryptocurrency semakin meningkat, yang menyebabkan sebagian dana ditarik dari bidang Web3 atau mengurangi investasi. Hal ini membuat perusahaan Web3 menghadapi kesulitan dalam pendanaan, dan valuasi menurun.
Sementara itu, negara-negara dan wilayah lain sedang aktif menarik dana Web3. Misalnya, Swiss pada tahun 2021 melalui "Undang-Undang Blockchain", menyediakan kerangka hukum yang jelas dan ramah bagi perusahaan Web3, serta memiliki bank cryptocurrency profesional yang menawarkan layanan keuangan yang nyaman bagi perusahaan.
Mobilitas Talenta
Singapura selalu memiliki sumber daya talenta Web3 yang unggul, tetapi situasinya telah berubah baru-baru ini. Pada paruh kedua tahun 2022, Singapura memperketat kebijakan pembatasan populasi asing, sementara permintaan untuk talenta Web3 di daerah lain meningkat, menyebabkan sebagian talenta mulai meninggalkan Singapura untuk mencari peluang pengembangan yang lebih baik.
Beberapa negara sedang menarik bakat Web3 melalui kebijakan yang menguntungkan. Misalnya, Estonia meluncurkan visa pengembara digital yang memungkinkan pekerja jarak jauh untuk tinggal lama dan menikmati layanan digital dan kesejahteraan sosial lokal. Negara ini juga memiliki komunitas blockchain terbesar di Eropa, yang menyediakan platform untuk kolaborasi dan komunikasi bagi bakat Web3.
Faktor Biaya Hidup
Biaya hidup yang tinggi di Singapura juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi pilihan para profesional Web3. Data menunjukkan bahwa di Singapura, biaya hidup rata-rata per bulan untuk orang lajang sekitar 3.300 dolar Singapura, sedangkan untuk keluarga dengan tiga orang sekitar 4.800 dolar Singapura (tidak termasuk biaya pendidikan). Biaya hidup yang tinggi ini mendorong beberapa profesional Web3 untuk mempertimbangkan pindah ke daerah dengan biaya hidup yang lebih rendah.
Negara-negara tetangga di Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, dan Indonesia, dengan biaya hidup yang lebih rendah, peraturan yang lebih fleksibel, dan sumber daya manusia yang melimpah, semakin menarik lebih banyak praktisi Web3.
Kesimpulan
Singapura menghadapi tantangan di bidang Web3 dari berbagai aspek, termasuk lingkungan kebijakan, aliran dana, pergerakan talenta, dan biaya hidup. Faktor-faktor ini secara komprehensif berkontribusi pada sejumlah perusahaan dan praktisi Web3 yang mulai mencari peluang pengembangan baru. Bagaimana cara menghadapi tantangan ini dan mempertahankan daya saingnya di bidang Web3 akan menjadi pertanyaan yang perlu dipikirkan secara serius oleh Singapura.